INDAHNYA KEBERSAMAAN

Kamis, 19 April 2012

GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA PERKAWINAN



A. Perkawinan

Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia yang berlawanan jenis dalam suatu ikatan suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa. Perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama, para saksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual tertentu. 

1. Tipe-tipe Perkawinan 

a. Perkawinn Periodik / Term Periodik 

Term marriage atau perkawinan periodik yaitu dengan merencanakan suatu kontrak dengan alasan perkawinan harus dicoba terlebih dahulu beberapa bulan dan jika tidak cocok dapat segera berpisah. Kontrak tahap 1 yaitu 3-5 tahun, kontrak tahap 2 adalah 10 tahun, dan sampai pada kontrak tahap 3 yaitu saling memiliki. 

b. Trial Marriage 

Trial marriage atau kawin percobaan dengan ide melandaskan argumentasinya. Bahwa dua orang akan saling melibatkan diri dalam suatu relasi yang sangat intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu periode tertentu. Jika dalam periode tersebut kedua belah pihak bisa saling bersesuaian barulah dilakukan ikatan perkawinan yang permanen. 

c. Poligami 

Poligami merupakan suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai lebih dari satu isteri, ada banyak alasan pria menjalankan bentuk perkawinan ini, antara lain anak, jenis kelamin anak, ekonomis, status sosial dan lain-lain. 

d. Perkawinan Eugenis 

Perkawinan eugenis adalah perkawinan untuk memperbaiki keturunan. Suatu bentuk perkawinan untuk perkawinan untuk memperbaiki/memuliakan ras. 

2. Alasan / Motivasi Perkawinan 

a. Distimulis oleh dorongan-dorongan romantis 

b. Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi 

c. Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua. 

d. Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya. 

e. Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga 

f. Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak. 

g. Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur. 

h. Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua” 

3. Adapun Kesulitan-kesulitan Dalam Penyesuaian Perkawinan : 

a. Persiapan yang terbatas untuk perkawinan 

Walaupun dalam kenyataan sekarang, penyesuaian seksual lebih mudah karena banyak informasi tentang seks yang tersedia. Akan tetapi kebanyakan pasangan suami isteri hanya menerima sedikit persiapan dibidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan manajemen umum. 

b. Peran dalam perkawinan 

Perubahan peran dan konsep yang berbeda yang dianut kelas sosial dan sekelompok religius yang berbeda, membuat penyesuaian dalam perkawinan semakin sulit. 

c. Kawin Muda 

Perkawinan bagi usia muda membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang belum kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan. 

d. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan 

Konsep yang tidak realistis cenderung terjadi pada orang dewasa yang bekerja di sekolah ataupun perguruan tinggi, dengan sedikit pengalaman kerja. Tentang makna perkawinan berkenaan dengan pekerjaan, pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Pendekatan yang tidak realistis ini menuju ke arah kesulitan penyesuaian yang serius yang sering diakhiri dengan perceraian. 

e. Perkawinan Campur 

Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara dari pihak isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama daripada jika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama. 

f. Pacaran yang dipersingkat 

Lama pacaran pada masa sekarang lebih singkat ketimbang pada masa dahulu, dan karena itu pasangan hanya memiliki sedikit waktu untuk memecahkan masalah tentang penyesuaian sebelum mereka menikah. melangsungkan perkawina

B. Gangguan Psikologi pada masa perkawinan

Pada saat perkawinan terdapat banyak sekali gangguan-gangguan terutama dari segi gangguan psikologis, gangguan tersebut diantaranya adalah: 

1. Ketegangan dan kecemasan pada saat perkawinan 

2. Kejenuhan dalam perkawinan terjadi karena seseorang cenderung melakukan rutinitas yang sama. 

3. Ketidak puasan terhadap pasangannya 

4. Merasa aktivitasnya terbatasi oleh perkawinan sehingga akan menimbulkan perasaan tertekan. 

Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres. 

1. Perbedaan latar belakang 

Perbedaan latar belakang dapat menimbulkan konflik dalam hubungan perkawinan. Misalnya seorang suami yang berharap istrinya tinggal dirumah dan memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan masalah jika keduanya tidak berkompromi dengan kepala dingin. 

2. Perbedaan gaya atau sifat 

Pasangan suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat masing-masing serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka. 

3. Perbedaan harapan/impian 

Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan. 

4. Kekecewaan 

Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.

Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisi aslinya. Ini semua dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.

5. Perebutan kuasa 

Perebutan kuasa tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat mengelola konflik secara baik. 

6. Kekhawatiran kehilangan pasangan 

Kecurigaan seorang isrtri yang cemas suaminya tidak perhatian lagi akan membuat suami semakin menjauh dan membuat istri makin panik merasa putus asa. Semua ini merupakan bagian dari stres yang biasanya muncul dari dalam diri. Tidak tampil dalam bentuk pertengkaran, tetapi mengganggu perasaan setiap pasangan perkawinan. Menghadapi berbagai aspek stres interpersonal ini penting bagi pasangan untuk terus mengupayakan komunikasi terbuka dan efektif. 

C. Cara Mengatasi 

Cara Mengatasi Kesulitan/Gangguan Beberapa cara mengatasi kesulitan yaitu: 

1. Menghadapi kenyataan 

2. Suami isteri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap dan tersingkap. 

3. Penyesuian timbal balik perlu usaha terus menerus dengan saling memperhatikan, saling mengungkapkan dengan tulus, menunjukkan pengertian, penghargaan dan saling memberi dukungan serta semangat. 

4. Menciptakan suasana baik yang dilatarbelakangi oleh pikiran-pikiran, perbuatan dan tindakan yang penuh kasih sayang. 

5. Komunikasi yang baik dengan membina dan memelihara komunikasi di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga.

manajemen pelayanan kebidanan


A.    DEFINISI OPERASIONAL
Dalam pelayanan kebidanan ,manajemen adalah proses pelaksanaan pemberian pelayanan kebidanan untuk memberikan asuhan kebidanan kepada klien dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi ibu dan anak ,kepuasan pelanggan dan kepuasan bidan sebagai provider. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang ditetapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Defenisi operasional :
1.      Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.
2.      Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.
3.      Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4.      Ada diagnosa kebidanan.
5.      Ada rencana asuhan kebidanan .
6.      Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidnan
7.      Ada catatan perkembangn klien dalam asuhan kebidanan.
8.      Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
9.      Ada dokumentasi utuk kegiatan manajemen kebidanan.
B.     Langkah Langkah dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan.
Manajemen pelayanan kebidanan tentu saja mengambil sistem manajemen pada umumnya.Dalam pelayanannya juga melaksanakan aktifitas manajemen yaitu perencanaan,pengorganisasian , pengarahan ,kordinasi ,dan pengawasan (supervisi dan evaluasi).
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1.      Anamnesa :
a.       Biodata
b.      Riwayat Menstruasi
c.       Riwayat Kesehatan
d.      Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas
e.       Biopsikospiritual
f.       Pengetahuan Klien
2.      Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3.      Pemeriksaan Khusus : Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, Perkusi
4.      Pemeriksaan penunjang : Laboratorium, Catatan terbaru dan sebelumnya
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter.
Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
1.      Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Standar Nomenklatur Diagnosa Kebidanan :
a.       Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
b.      Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
c.       Memiliki cirri khas kebidanan
d.      Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
e.       Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penenganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Sebagai contoh : Diperoleh diagnosa “kemungkinan wanita hamil” Masalah : wanita tsb tidak menginginkan kehamilannya.
Contoh lain : Wanita hamil Trimester III Merasa takut terhadap persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi.
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori standart nomenklatur diagnosa kebidanan tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut.
2.      Masalah
Adalah hal-hal berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai. Contoh perumusan masalah :
Masalah Dasar
Wanita tidak menginginkan kehamilan Wanita mengatakan belum ingin hamil
Ibu hamil trimester III merasa takut Ibu mengatakan takut menghadapi persalinan.
3.      Kebutuhan
Adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data. Contoh kebutuhan :
Kebutuhan Dasar :Ibu menyenangi Binatang
Kebutuhan : Penyuluhan bahaya binatang terhadap kehamilan
          Pemeriksaan TORCH Ibu mengatakan sekeluarga menyayangi binatang
Langkah III : Mengidentifkasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Contoh : Seorang wanita dengan pembesaran uterus yang berlebihan. Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut, misalnya:
1.      Besar dari masa kehamilan
2.      Ibu dengan diabetes kehamilan, atau
3.      Kehamilan kembar
Kemudian dia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan.
Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus premature atau bayi kecil.
Persiapan yang sederhana adalah dengan bertanya dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik terhadap bakteri dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.
Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.  Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan, terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai APGAR yang rendah).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien.
Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah dididentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengethuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien.
Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap, dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaiman atelah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.

presentasi bokong


1.      DEFINISI
Presentasi Bokong merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah sehingga kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

2.      INSIDENSI
Presentasi bokong memiliki angka kejadian sekitar 3-8% dari seluruh persalinan pervaginam.

3.      ETIOLOGI
Faktor Janin: Kembar, hidrosefalus, anensefali, oligohidramnion, polihidramnion.
Faktor Ibu: Uterus abnormal (uterus bikornus), uterus kendor, plasenta previa, plasenta di fundus

4.      KLASIFIKASI
a.     Presentasi bokong murni (Frank Breech)
Yaitu fleksi ekstremitas bawah pada sendi paha dan ekstensi lutut sehingga kaki terletak berdekatan dengan kepala.
presentasi+bokong+murni
b.    Presentasi bokong lengkap (Complete Breech)
Yaitu satu atau kedua lutut lebih banyak dalam keadaan fleksi dari pada ekstensi.
presentasi+bokong+sempurna
c.     Presentasi bokong tidak lengkap (Incomplete Breech)
Yaitu satu atau kedua sendi paha tidak dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki atau lutut terletak dibawah bokong, sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada jalan lahir,terdiri dari :
1)      Letak kaki :
Kedua kaki terletak dibawah = letak kaki sempurna
Hanya satu kaki terletak dibawah = letak kaki tak sempurna
presentasi+kaki
Presentasi Kaki

2)      Letak lutut :
Kedua lutut terletak paling rendah (letak lutut sempurna)
Hanya satu lutut terletak paling rendah (letak lutut tak sempurna)

5.      DIAGNOSIS
a.     Pemeriksaan Abdomen
1)      Palpasi
Dengan perasat Leopold didapatkan;
Leopold I : Kepala janin yang keras dan bulat dengan balotemen menempati bagian fundus uteri.
Leopold II : Teraba punggung berada satu sisi dengan abdomen dan bagian-bagian kecil berada pada sisi yang lain.
Leopold III : Bokong janin teraba di atas pintu atas panggul selama engagement belum terjadi.
2)      Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit diatas umbilikus, sedangkan bila ada engagement kepala janin, denyut jantung janin terdengar dibawah umbilikus.
b.    Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui bokong dengan pasti, kita harus meraba os sacrum, tuber ossis ischii, anus.
c.     Pemeriksaan Penunjang.
Apabila masih ada keraguan harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. (Magnetic Resonance Imaging).
d.    Skor Zatuchni  Acros
            Tujuan penelitian untuk menilai  keberhasilan persoalan sungsang genap bulan dengan memakai skor Zatuchni-Andros (Z,A).
            Resiko asfiksia pada persalinan sungsang bulan dengan pervagnam adalah 5.28 kali lebih besar pda menit pertama, 8.01 kali pada menit kelima dan 25.69 kali pula menit kesepuluh pada skor Z-A 4 dibanding pada skor Z-A 4.
            Risiko asfiksia pada persalinan sungsang genap bulan dengan cara pervaginam 3.75 kali lebih besar pada menit pertama, 3.21 kali pada menit kelima dan 3.29 kali pada skor Z-A 4.
            Kejadian asfiksia pada persalinan sungsang genap bulan pada persalinan pervaginam sama dibandingkan persalinan bedah caesar pada skor Z-A 4.
            Risiko terjadinya asfiksia pada kelompok inersia uteri yang dilakukan oksitosin drip 1.86 lebih besar pada menit pertama, 1.99 kali pada menit kelima dan 1.19 kali pada menit kesepuluh pada skor Z-A 4.
            Risiko terjadinya asfiksia pada kelompok innersia uteri yang dilakukan oksitosin drip 3.98 kali lebih besar pada menit pertama, 2.17 kali pada menit kelima, sama pada menit kesepuluh pada skor Z-A 4.

6.      MEKANISME PERSALINAN BOKONG
a.      Persalinan Spontan (spontan bracht)
Bracht+manuver

            Persalinan berlangsung dengan tenaga ibu sendiri , tanpa manipulasi penolong
                                          Gambar 4. Persalinan dengan spontan Bracht
b.      Ekstraksi Parsial
                        Ekstraksi parsial dilakukan jika persalinan sontan tidak berhasil, atau jika    scapula inferior tidak terlihat setelah ibu mengedan sebanyaki 2-3 kali.
Fase persalinan pada ekstraksi parsial:
            1. Fase lambat
                        Fase dimana penolong menunggu dengan sabar lahirnya bokong sampai      umbilicus, setelah itu tali pusat dikendorkan
            2.  Fase Cepat
                        Fase dimana penolong harus bertindak cepat, mulai dari lahirnya umbilicus             sampai lahirnya mulut, maksimal waktu adalah 8 menit
           
            3. Fase Lambat
                        Fase mulai dari lahirnya mulut, sampai berturut turut lahir hidung, dahi dan            seluruh kepala.
            Ekstraksi Parsial dapat dilakukan dengan tiga cara:
1.       Cara Klasik
classic+manuver

                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu belakang terlebih dahulu. Untuk            melahirkan bahu belakang, kedua kaki dipegang dengan satu tangan, di tarik cunam      ke atas sejauh mungkin , dan tangan yang satu lagi melahirkan tangan belakang.

2.       Cara Muller
                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu depan terlebih dahulu, kedua tangan     penolong memegang panggul bayi secara femuro-pelvik dan ditarik cunam ke bawah       sampai bahu depan lahir, kemudian ditarik ke atas untuk melahirkan bahu belakang

muller+manuver

           
            3. Cara Lovset
lovset+manuver

                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu depan dengan cara memutar badan janin           180 derajad, kemudian setelah bahu depan lahir, badan janin diputar lagi ke arah             berlawanan untuk melahirkan bahu belakang

c.       Ekstraksi Total
                        Ada dua macam ekstraksi total, ekstraksi bokong dan ekstraksi kaki.
                         Ekstraksi bokong dilakukan jika bokong sudah berada di dasar       panggul, sedangkan    ekstraksi kaki dilakukan pada presentasi kaki, atau bokong      masih dapat dibebaskan          dari pintu atas panggul. Kaki diturunkan dengan cara          Pinard

ekstraksi+total


d.      Melahirkan Janin dengan Lengan Menunjuk (Nuchal Arm)
                        Kadang ada kalanya bahu janin tidak dapat lahir yang disebabkan karena   lengan yang tersangkut dalam posisi  menunjuk (nuchal arm). Lengan menunjuk       maksudnya adalah posisi salah satu lengan berada di belakang leher janin dan         menunjuk ke suatu arah. Untuk melahirkan janin dengan kondisi seperti ini , dapat             digunakan kombinasi antara cara Klasik dan Lovset, yaitu cara BICKENBACH’s.
e.       Cara Bickenbach’s dilakukan dengan cara:
            Bila yang menunjuk adalah lengan depan:
                        Kedua tangan penolong mencengkam badan janin sedemikian rupa sehingga          kedua ibu jari penolong berada di punggung ianin dan sejajar sumbu panjang janin.           Kemudian penolong  memutar badan janin ke arah panggul , atau ke arah dimana   lengan janin menunjuk, sehingga lengan yang tadinya berada di belakang leher             menjadi di depan dada janin , dan menjadi lengan belakang (berada di sacrum).     Setelah ini lengan belakang dilahirkan dengan cara klasik. Setelah itu baru melahirkan             bahu depan , yang dapat juga dilahirkan dengan cara klasik.
bickenbach


            Bila yang menunjuk adalah lengan belakang:
                        Caranya hamper sama dengan bila yang menunjuk adalah lengan depan,     namun kedua tangan penolong mencengkam badan janin sedemikian rupa sehingga          kedua ibu jari penolong berada di dada janin dan sejajar sumbu panjang janin.   Kemudian penolong  memutar badan janin ke arah panggul , atau ke arah dimana             lengan janin menunjuk, sehingga lengan yang tadinya berada di belakang leher       menjadi di depan dada janin , dan menjadi lengan belakang (berada di sacrum).       Setelah ini lengan belakang dilahirkan dengan cara klasik. Setelah itu baru melahirkan     bahu depan , yang dapat juga dilahirkan dengan cara klasik.

            Melahirkan Kepala :
                        Untuk melahirkan kepala, dapat dilakukan dengan cara Mauriceau. Cara ini            dilakukan dengan cara tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina mencari mulut      janin, setelah ketemu, jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin, dan jari telunjuk   dan jari manis diletakkan pada fossa kanina sehingga dapat menahan kepala janin    tetap dalam keadaan fleksi. Badan janin ditopang di tangan kiri penolong sehingga            janin tampak seperti menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan           mencengkam leher janin dari arah punggung . Setelah itu dilakukan traksi cunam ke     bawah, sampai terlihat occiput sebagai hipomoklion, baru dilakukan traksi cunam ke      atas, sehingga lahirlah berturut turut mulut, hidung, mata , dahi.
  
mauriceau

  


f.       Persalinan PerAbdominal (SC)
            Persalianan presentasi bokong dengan Sectio Cesaria merupakan cara yang             terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan presentasi       bokong secara pervaginam, memberi trauma yang sangat berarti bagi janin, yang            gejala-gejalanya akan tampak pada waktu persalinan maupun dikemudian hari.             Namun hal ini tidak berarti bahwa semua presentasi bokong harus harus dilahirkan             secara perabdominam.
7.      PROGNOSIS
            Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi plasenta. Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila dibandingkan pada tindakan seksio sesarea.

            Bagi janin, prognosisnya kurang menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh 
1.      DEFINISI
Presentasi Bokong merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah sehingga kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

2.      INSIDENSI
Presentasi bokong memiliki angka kejadian sekitar 3-8% dari seluruh persalinan pervaginam.

3.      ETIOLOGI
Faktor Janin: Kembar, hidrosefalus, anensefali, oligohidramnion, polihidramnion.
Faktor Ibu: Uterus abnormal (uterus bikornus), uterus kendor, plasenta previa, plasenta di fundus

4.      KLASIFIKASI
a.     Presentasi bokong murni (Frank Breech)
Yaitu fleksi ekstremitas bawah pada sendi paha dan ekstensi lutut sehingga kaki terletak berdekatan dengan kepala.
presentasi+bokong+murni
b.    Presentasi bokong lengkap (Complete Breech)
Yaitu satu atau kedua lutut lebih banyak dalam keadaan fleksi dari pada ekstensi.
presentasi+bokong+sempurna
c.     Presentasi bokong tidak lengkap (Incomplete Breech)
Yaitu satu atau kedua sendi paha tidak dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki atau lutut terletak dibawah bokong, sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada jalan lahir,terdiri dari :
1)      Letak kaki :
Kedua kaki terletak dibawah = letak kaki sempurna
Hanya satu kaki terletak dibawah = letak kaki tak sempurna
presentasi+kaki
Presentasi Kaki

2)      Letak lutut :
Kedua lutut terletak paling rendah (letak lutut sempurna)
Hanya satu lutut terletak paling rendah (letak lutut tak sempurna)

5.      DIAGNOSIS
a.     Pemeriksaan Abdomen
1)      Palpasi
Dengan perasat Leopold didapatkan;
Leopold I : Kepala janin yang keras dan bulat dengan balotemen menempati bagian fundus uteri.
Leopold II : Teraba punggung berada satu sisi dengan abdomen dan bagian-bagian kecil berada pada sisi yang lain.
Leopold III : Bokong janin teraba di atas pintu atas panggul selama engagement belum terjadi.
2)      Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit diatas umbilikus, sedangkan bila ada engagement kepala janin, denyut jantung janin terdengar dibawah umbilikus.
b.    Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui bokong dengan pasti, kita harus meraba os sacrum, tuber ossis ischii, anus.
c.     Pemeriksaan Penunjang.
Apabila masih ada keraguan harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. (Magnetic Resonance Imaging).
d.    Skor Zatuchni  Acros
            Tujuan penelitian untuk menilai  keberhasilan persoalan sungsang genap bulan dengan memakai skor Zatuchni-Andros (Z,A).
            Resiko asfiksia pada persalinan sungsang bulan dengan pervagnam adalah 5.28 kali lebih besar pda menit pertama, 8.01 kali pada menit kelima dan 25.69 kali pula menit kesepuluh pada skor Z-A 4 dibanding pada skor Z-A 4.
            Risiko asfiksia pada persalinan sungsang genap bulan dengan cara pervaginam 3.75 kali lebih besar pada menit pertama, 3.21 kali pada menit kelima dan 3.29 kali pada skor Z-A 4.
            Kejadian asfiksia pada persalinan sungsang genap bulan pada persalinan pervaginam sama dibandingkan persalinan bedah caesar pada skor Z-A 4.
            Risiko terjadinya asfiksia pada kelompok inersia uteri yang dilakukan oksitosin drip 1.86 lebih besar pada menit pertama, 1.99 kali pada menit kelima dan 1.19 kali pada menit kesepuluh pada skor Z-A 4.
            Risiko terjadinya asfiksia pada kelompok innersia uteri yang dilakukan oksitosin drip 3.98 kali lebih besar pada menit pertama, 2.17 kali pada menit kelima, sama pada menit kesepuluh pada skor Z-A 4.

6.      MEKANISME PERSALINAN BOKONG
a.      Persalinan Spontan (spontan bracht)
Bracht+manuver

            Persalinan berlangsung dengan tenaga ibu sendiri , tanpa manipulasi penolong
                                          Gambar 4. Persalinan dengan spontan Bracht
b.      Ekstraksi Parsial
                        Ekstraksi parsial dilakukan jika persalinan sontan tidak berhasil, atau jika    scapula inferior tidak terlihat setelah ibu mengedan sebanyaki 2-3 kali.
Fase persalinan pada ekstraksi parsial:
            1. Fase lambat
                        Fase dimana penolong menunggu dengan sabar lahirnya bokong sampai      umbilicus, setelah itu tali pusat dikendorkan
            2.  Fase Cepat
                        Fase dimana penolong harus bertindak cepat, mulai dari lahirnya umbilicus             sampai lahirnya mulut, maksimal waktu adalah 8 menit
           
            3. Fase Lambat
                        Fase mulai dari lahirnya mulut, sampai berturut turut lahir hidung, dahi dan            seluruh kepala.
            Ekstraksi Parsial dapat dilakukan dengan tiga cara:
1.       Cara Klasik
classic+manuver

                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu belakang terlebih dahulu. Untuk            melahirkan bahu belakang, kedua kaki dipegang dengan satu tangan, di tarik cunam      ke atas sejauh mungkin , dan tangan yang satu lagi melahirkan tangan belakang.

2.       Cara Muller
                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu depan terlebih dahulu, kedua tangan     penolong memegang panggul bayi secara femuro-pelvik dan ditarik cunam ke bawah       sampai bahu depan lahir, kemudian ditarik ke atas untuk melahirkan bahu belakang

muller+manuver

           
            3. Cara Lovset
lovset+manuver

                        Prinsipnya adalah melahirkan bahu depan dengan cara memutar badan janin           180 derajad, kemudian setelah bahu depan lahir, badan janin diputar lagi ke arah             berlawanan untuk melahirkan bahu belakang

c.       Ekstraksi Total
                        Ada dua macam ekstraksi total, ekstraksi bokong dan ekstraksi kaki.
                         Ekstraksi bokong dilakukan jika bokong sudah berada di dasar       panggul, sedangkan    ekstraksi kaki dilakukan pada presentasi kaki, atau bokong      masih dapat dibebaskan          dari pintu atas panggul. Kaki diturunkan dengan cara          Pinard

ekstraksi+total


d.      Melahirkan Janin dengan Lengan Menunjuk (Nuchal Arm)
                        Kadang ada kalanya bahu janin tidak dapat lahir yang disebabkan karena   lengan yang tersangkut dalam posisi  menunjuk (nuchal arm). Lengan menunjuk       maksudnya adalah posisi salah satu lengan berada di belakang leher janin dan         menunjuk ke suatu arah. Untuk melahirkan janin dengan kondisi seperti ini , dapat             digunakan kombinasi antara cara Klasik dan Lovset, yaitu cara BICKENBACH’s.
e.       Cara Bickenbach’s dilakukan dengan cara:
            Bila yang menunjuk adalah lengan depan:
                        Kedua tangan penolong mencengkam badan janin sedemikian rupa sehingga          kedua ibu jari penolong berada di punggung ianin dan sejajar sumbu panjang janin.           Kemudian penolong  memutar badan janin ke arah panggul , atau ke arah dimana   lengan janin menunjuk, sehingga lengan yang tadinya berada di belakang leher             menjadi di depan dada janin , dan menjadi lengan belakang (berada di sacrum).     Setelah ini lengan belakang dilahirkan dengan cara klasik. Setelah itu baru melahirkan             bahu depan , yang dapat juga dilahirkan dengan cara klasik.
bickenbach


            Bila yang menunjuk adalah lengan belakang:
                        Caranya hamper sama dengan bila yang menunjuk adalah lengan depan,     namun kedua tangan penolong mencengkam badan janin sedemikian rupa sehingga          kedua ibu jari penolong berada di dada janin dan sejajar sumbu panjang janin.   Kemudian penolong  memutar badan janin ke arah panggul , atau ke arah dimana             lengan janin menunjuk, sehingga lengan yang tadinya berada di belakang leher       menjadi di depan dada janin , dan menjadi lengan belakang (berada di sacrum).       Setelah ini lengan belakang dilahirkan dengan cara klasik. Setelah itu baru melahirkan     bahu depan , yang dapat juga dilahirkan dengan cara klasik.

            Melahirkan Kepala :
                        Untuk melahirkan kepala, dapat dilakukan dengan cara Mauriceau. Cara ini            dilakukan dengan cara tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina mencari mulut      janin, setelah ketemu, jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin, dan jari telunjuk   dan jari manis diletakkan pada fossa kanina sehingga dapat menahan kepala janin    tetap dalam keadaan fleksi. Badan janin ditopang di tangan kiri penolong sehingga            janin tampak seperti menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan           mencengkam leher janin dari arah punggung . Setelah itu dilakukan traksi cunam ke     bawah, sampai terlihat occiput sebagai hipomoklion, baru dilakukan traksi cunam ke      atas, sehingga lahirlah berturut turut mulut, hidung, mata , dahi.
  
mauriceau

  


f.       Persalinan PerAbdominal (SC)
            Persalianan presentasi bokong dengan Sectio Cesaria merupakan cara yang             terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan presentasi       bokong secara pervaginam, memberi trauma yang sangat berarti bagi janin, yang            gejala-gejalanya akan tampak pada waktu persalinan maupun dikemudian hari.             Namun hal ini tidak berarti bahwa semua presentasi bokong harus harus dilahirkan             secara perabdominam.
7.      PROGNOSIS
            Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi plasenta. Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila dibandingkan pada tindakan seksio sesarea.

            Bagi janin, prognosisnya kurang menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi bayi.

            Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit. Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.


8.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sesuai dengan mekanisme persalinan bokong.

 lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi bayi.

            Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit. Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.


8.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sesuai dengan mekanisme persalinan bokong.