GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA PERKAWINAN
A. Perkawinan
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia yang berlawanan jenis dalam suatu ikatan suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa. Perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama, para saksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual tertentu.
1. Tipe-tipe Perkawinan
a. Perkawinn Periodik / Term Periodik
Term marriage atau perkawinan periodik yaitu dengan merencanakan suatu kontrak dengan alasan perkawinan harus dicoba terlebih dahulu beberapa bulan dan jika tidak cocok dapat segera berpisah. Kontrak tahap 1 yaitu 3-5 tahun, kontrak tahap 2 adalah 10 tahun, dan sampai pada kontrak tahap 3 yaitu saling memiliki.
b. Trial Marriage
Trial marriage atau kawin percobaan dengan ide melandaskan argumentasinya. Bahwa dua orang akan saling melibatkan diri dalam suatu relasi yang sangat intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu periode tertentu. Jika dalam periode tersebut kedua belah pihak bisa saling bersesuaian barulah dilakukan ikatan perkawinan yang permanen.
c. Poligami
Poligami merupakan suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai lebih dari satu isteri, ada banyak alasan pria menjalankan bentuk perkawinan ini, antara lain anak, jenis kelamin anak, ekonomis, status sosial dan lain-lain.
d. Perkawinan Eugenis
Perkawinan eugenis adalah perkawinan untuk memperbaiki keturunan. Suatu bentuk perkawinan untuk perkawinan untuk memperbaiki/memuliakan ras.
2. Alasan / Motivasi Perkawinan
a. Distimulis oleh dorongan-dorongan romantis
b. Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi
c. Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua.
d. Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya.
e. Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
f. Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak.
g. Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur.
h. Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”
3. Adapun Kesulitan-kesulitan Dalam Penyesuaian Perkawinan :
a. Persiapan yang terbatas untuk perkawinan
Walaupun dalam kenyataan sekarang, penyesuaian seksual lebih mudah karena banyak informasi tentang seks yang tersedia. Akan tetapi kebanyakan pasangan suami isteri hanya menerima sedikit persiapan dibidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan manajemen umum.
b. Peran dalam perkawinan
Perubahan peran dan konsep yang berbeda yang dianut kelas sosial dan sekelompok religius yang berbeda, membuat penyesuaian dalam perkawinan semakin sulit.
c. Kawin Muda
Perkawinan bagi usia muda membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang belum kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan.
d. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan
Konsep yang tidak realistis cenderung terjadi pada orang dewasa yang bekerja di sekolah ataupun perguruan tinggi, dengan sedikit pengalaman kerja. Tentang makna perkawinan berkenaan dengan pekerjaan, pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Pendekatan yang tidak realistis ini menuju ke arah kesulitan penyesuaian yang serius yang sering diakhiri dengan perceraian.
e. Perkawinan Campur
Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara dari pihak isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama daripada jika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama.
f. Pacaran yang dipersingkat
Lama pacaran pada masa sekarang lebih singkat ketimbang pada masa dahulu, dan karena itu pasangan hanya memiliki sedikit waktu untuk memecahkan masalah tentang penyesuaian sebelum mereka menikah. melangsungkan perkawina
B. Gangguan Psikologi pada masa perkawinan
Pada saat perkawinan terdapat banyak sekali gangguan-gangguan terutama dari segi gangguan psikologis, gangguan tersebut diantaranya adalah:
1. Ketegangan dan kecemasan pada saat perkawinan
2. Kejenuhan dalam perkawinan terjadi karena seseorang cenderung melakukan rutinitas yang sama.
3. Ketidak puasan terhadap pasangannya
4. Merasa aktivitasnya terbatasi oleh perkawinan sehingga akan menimbulkan perasaan tertekan.
Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres.
1. Perbedaan latar belakang
Perbedaan latar belakang dapat menimbulkan konflik dalam hubungan perkawinan. Misalnya seorang suami yang berharap istrinya tinggal dirumah dan memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan masalah jika keduanya tidak berkompromi dengan kepala dingin.
2. Perbedaan gaya atau sifat
Pasangan suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat masing-masing serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka.
3. Perbedaan harapan/impian
Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan.
4. Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.
Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisi aslinya. Ini semua dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
5. Perebutan kuasa
Perebutan kuasa tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat mengelola konflik secara baik.
6. Kekhawatiran kehilangan pasangan
Kecurigaan seorang isrtri yang cemas suaminya tidak perhatian lagi akan membuat suami semakin menjauh dan membuat istri makin panik merasa putus asa. Semua ini merupakan bagian dari stres yang biasanya muncul dari dalam diri. Tidak tampil dalam bentuk pertengkaran, tetapi mengganggu perasaan setiap pasangan perkawinan. Menghadapi berbagai aspek stres interpersonal ini penting bagi pasangan untuk terus mengupayakan komunikasi terbuka dan efektif.
C. Cara Mengatasi
Cara Mengatasi Kesulitan/Gangguan Beberapa cara mengatasi kesulitan yaitu:
1. Menghadapi kenyataan
2. Suami isteri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap dan tersingkap.
3. Penyesuian timbal balik perlu usaha terus menerus dengan saling memperhatikan, saling mengungkapkan dengan tulus, menunjukkan pengertian, penghargaan dan saling memberi dukungan serta semangat.
4. Menciptakan suasana baik yang dilatarbelakangi oleh pikiran-pikiran, perbuatan dan tindakan yang penuh kasih sayang.
5. Komunikasi yang baik dengan membina dan memelihara komunikasi di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga.
thankyu infonya_ ^_^
BalasHapus